Wednesday, December 2, 2015

Hari Selasa



Terima kasih indomie, yang telah memberi kesan indah pagi ini. Walau hati masih diselimuti dengki, tapi perut sudah dikunjungi rasa kenyang yang tak tertandingi. Walau aku selalu bingung satu bungkus indomie masih dirasa tidak membuatku kenyang tapi dua bungkus indomie terlalu banyak. Ah, seperti cewek saja yang selalu serba salah.

            Tapi ya sudahlah cewek itu diciptakan bukan untuk saling menuding siapa yang paling kuat, tetapi untuk saling menguatkan sebagai pendamping dalam doa penghulu. Duh, masih pagi udah ngomongin ginian. Tapi belum tentu juga di tempat kalian masih pagi. Bisa saja sudah siang, sore atau malam. Atau kalian tidak peduli pagi, siang, sore atau malam karena yang paling penting adalah balasan dia. Cie, gebetan mana gebetan.

            Aku mau bercerita tentang sebuah pengalaman hidupku, ya aku adalah seorang mahasiswa yang masih bingung bagaimana menghadapi masa depan. Padahal kata orang bijak, hadapi saja. Mungkin kamu juga sama kaya aku, bingung mau berbuat apa? Atau kalian malah tidak peduli lagi? Karena sekali lagi, yang paling penting adalah dia, dia, dan dia. Ya masa muda memang rugi kalau dilewatkan, tetapi masa depan juga akan kacau kalau tidak dipersiapkan. Jadi gimana dong? Masa muda yang indah atau masa depan yang cerah.

            Hari itu aku sedang mempersiapkan diriku untuk pergi ke kampus, hari itu ada seminar nasional loh? Temanya adalah Bagaimana Peran Bahasa Indonesia Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Aku datang pagi-pagi saat itu. Saat sedang berjalan di halaman parkir, Dedek gemes datang. Aku langsung menghampiri dia.
“Hai, Dedek gemes.”
“Hai, kakak.” Tersenyum.
“Tumben datang pagi-pagi?”
“Rumah aku kan jauh kakak, takut telat kalau datang siang.”
“Rumah aku juga jauh kok.”
“Eh, bukannya rumah kakak sebelah kampus?”
“Itu bukan rumah kakak. Itu rumah orang tua kakak, rumah kakak kan belum dibangun jadi bisa aja jauh dari kampus.”
“Huh, dasar.”
Akhirnya seminar pun dimulai aku dan dia memasuki ruang seminar, aku berharap waktu berjalan lebih lama dari biasanya. Aku harap aku bisa memandangi wajahnya lebih lama lagi. Walau sebenarnya aku sangat sedih, dia tidak tahu gejolak hati yang aku rasakan. Lebih dari itu aku sudah lama mencintainya.

Baca juga puisi-puisi hebat: Puisi-puisi karya sastrawan Indonesia

            

Bagikan

Jangan lewatkan

Hari Selasa
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.